Di
dalam suatu perusahaan, Suply Chain Management (SCM) sangat berperan
penting bahkan menjadi kunci sukses dalam memberikan pelayanan kepada
konsumen dan memenangkan persaingan. Di dalam SCM terdapat suatu tahapan
yang sangat perlu untuk diperhatikan yaitu Transportasi
Transportasi sangatlah
berperan penting dalam suatu perusahaan, akan tetapi sering kali dalam
proses distribusi barang atau jasa sangat mungkin terjadi yang namanya
kendala-kendala di luar dugaan yang bisa menghambat suatu pekerjaan
bahkan dapat merugikan perusahaan baik secara materil maupun imateriil
adapun kendala-kendala tersebut sering kali membuat para pengusaha
mengeluh kesah.
Adapun beberapa
kendala yang dikeluhkan para pengusaha adalah: kemacetan, pungutan liar,
insfrastruktur yang sangat memprihatinkan seperti jalan rusak.kondisi
pelabuhan yang sangat semrawut, mahalnya ongkos transportasi seperti
mahalnya bahan bakar dan ongkos supir .kendala-kendala tersebut
merupakan suatu hal yang lazim terjadi di Negara ini akan
tetapi bila hal tersebut terus dibiarkan maka akan menjadi suatu
preseden yang sangat buruk bagi Negara kita dan yang menjadi korban
bukan hanya pengusaha akan tetapi masyarakat pun menjadi korban karena
harus membayar harga yang lebih mahal barang yang dibutuhkan akibat dari keterlambatan barang.
Salah satu yang sering
dikeluhkan oleh para pengusah adalah kemacetan hal ini merupakan suatu
hal yang sangat tapi berdampak sangat luas seperti pemakaian bahan bakar
manjadi boros serta produk-produk yang dikirim banyak yang rusak
sehinnga ketika barang sampai ke tangan konsumen banyak dikembalikan
kembali itu menyebabkan pengusaha merugi
Hal seperti itu perlu
mendapat perhatian khusus dari para pengusaha supaya kedepan hal-hal
yang seperti itu bisa diminimalisir seperti dengan cara memperbaiki
sistem kerja dan memberikan pelatihan khusus kepada para pegawai supaya
mereka mempunyai rasa tanggung jawab akan pekerjaannya di harapkan
dengan cara-cara tersebut bisa meningkatkan kinerja setiap pegawai dan
hal-hal yang tidak di inginkan pun bisa dihindarkan.
1.Berikut ini beberapa artikel tentang usaha-usaha para pengusaha memerangi Pungutan Liar
Buruh tidak harus
berseteru dengan pengusaha dalam menuntut kenaikan upah minimum karena
pengusaha juga tertekan oleh kebijakan pemerintah yang mengakibatkan
ekonomi biaya tinggi. Semestinya buruh dan pengusaha bersatu melawan
praktik pungli yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Ketua Umum Serikat Pekerja Rakyat
Indonesia Ruslan Effendy mengatakan, berbagai kebijakan di daerah,
yang termuat dalam peraturan daerah, memperparah ekonomi biaya tinggi.
Banyak peraturan yang sangat merugikan
pengusaha dan pada gilirannya berpengaruh terhadap kemampuan pengusaha
meningkatkan kesejahteraan buruh.
Dia menyebut contoh, pedagang daging dan
sayuran harus mengurus izin tersendiri. Bahkan untuk pembuatan
eskalator juga memerlukan izin yang biayanya disesuaikan dengan jumlah
karyawan yang menggunakannya.
“Itu baru sebagian contoh kecil dari
ekonomi biaya tinggi akibat otonomi daerah. Belum lagi pungutan-pungutan
liarnya, benar-benar high cost economy,” katanya.
Peraturan Daerah
Ruslan mendesak Menteri Dalam Negeri
untuk segera meninjau berbagai peraturan daerah yang berpotensi
menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Perda-perda itu diberlakukan atas
pengesahan Departemen Dalam Negeri.
Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (SPSI) Jacob Nuwa Wea dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi berulang kali meminta pemerintah
serius menghapuskan ekonomi biaya tinggi akibat berbagai pungutan tak
resmi. “Kalau pos biaya aneh-aneh itu dihitung besarnya bisa mencapai 30
persen dari biaya produksi,” kata Wanandi.
Jacob mengemukakan, bila alokasi dana pengusaha untuk biaya aneh-aneh itu dapat dipangkas kemudian dialokasikan untuk buruh.
Dengan demikian esejahteraan buruh akan jauh meningkat. Biaya aneh-aneh yang 30 persen itu jauh melebihi proporsi labour cost di Indonesia.
Mengenai besaran kenaikan upah minimum
provinsi (UMP) 2006, Wanandi mengemukakan, pihaknya mengimbau pengurus
Apindo daerah untuk mengusulkannya berdasarkan rata-rata laju inflasi,
yakni sekitar 15 persen. Alasannya, kenaikan UMP harus disesuaikan
dengan kemampuan perusahaan di suatu daerah dan juga harus dibedakan
antara perusahaan padat modal dan padat karya.
Dikemukakan, perusahaan memahami
kesulitan pekerja memenuhi kebutuhan hidupnya pascakenaikan harga BBM.
Tapi, pekerja juga diimbau memahami kesulitan pengusaha.
Sebagian besar perusahaan sekarang tidak
sehat karena menurunnya penjualan yang berkisar 10-30 persen akibat
menurunnya daya beli masyarakat. Apindo menilai kenaikan UMP 2006
sebesar 15 persen adalah sesuai dengan laju inflasi. Pengusaha juga
diimbau menaikkan uang transpor dan uang makan pekerja.
Jacob mengatakan, tidak sependapat
dengan usulan Apindo. “Kenaikan upah minimum provinsi mengacu pada laju
inflasi maka kenaikan UMP itu sama saja dengan menipu buruh. Itu sama
saja dengan tidak ada kenaikan upah,” katanya.
Alasannya, penetapan UMP sekarang tidak
lagi berdasarkan kebutuhan hidup minimum (KHM), melainkan berdasarkan
kebutuhan hidup layak (KHL). Dicontohkan, penetapan UMP di DKI yang
hanya Rp 819.100 per bulan, sementara jika mengacu pada KHL, selayaknya
menjadi sekitar Rp1,2 juta.
Rendah
Secara terpisah, Humas Konfederasi
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Andy William Sinaga
mengemukakan, penetapan upah minimum di Indonesia sangat jauh dari
pemenuhan kebutuhan hidup dasar buruh. Secara umum tingkat upah di
Indonesia khususnya di sektor industri masih relatif lebih rendah
dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura,
Brunei, dan Filipina.
Hasil survei di sentra-sentra industri
di Jakarta, Tangerang, Karawang, Surabaya, Bandung, Sumatera Utara,
Batam, dan Riau, menunjukkan hampir 70 persen dari sampel menyatakan
upah bulanan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
keluarga. Hampir 50 persen dari upah itu untuk biaya transportasi.
Selebihnya habis untuk biaya kebutuhan sehari-hari dan uang sekolah
anak-anak.
Hasil survei itu juga menunjukkan,
tingkat pengeluaran buruh berkisar antara Rp 900.000 hingga Rp 1,8 juta.
Kalau di Jakarta upah minimum ditetapkan Rp 819.000 berarti buruh masih
menombok setiap bulan, katanya.
Sementara itu, unjuk rasa terus-menerus
dari sekitar 200 buruh yang tergabung dalam Aliansi Peduli Upah (APU)
Cimahi 2006 di Gedung Sate, Bandung,, membuahkan hasil. Gubernur Jawa
Barat melalui Wakilnya Nu’man Abdul Hakim mengirimkan surat kepada Wali
Kota Cimahi Itoch Tochija untuk meninjau kembali besaran rekomendasi
upah minimum yang akan disahkan oleh Gubernur Jabar.
Dalam surat bernomor 561/4305/Bangsos
yang bersifat penting tersebut, Gubernur Jabar menyatakan telah menerima
aspirasi dari APU Cimahi dan meminta kepada Itoch untuk mendalami dan
mengkaji rekomendasi upah minimum
untuk itu perlunya peran pemerintah dan aparat keamanan dalam menylesaikan masakah pungutan liar tersebut..
sekian
Source : http://onlinebuku.com/2008/12/03/kendala-kendala-yang-terjadi-dalam-proses-tranportasi-di-dalam-scm/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar