STUDI KOORDINASI PRODUKSI, PENJUALAN, DAN SISTEM PEMBAYARAN ANTARA PRODUSEN DENGANBEBERAPA DISTRIBUTOR
(Studi Kasus di Industri Keramik)
Felecia
Alumnus Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri - Universitas Kristen Petra
I Nyoman Pujawan
Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri - Institut Teknologi 10 Nopember
I Gede Agus Widyadana
Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri - Universitas Kristen Petra
Jurnal ini membahas tentang koordinasi, yang
merupakan hal yang penting dalam suatu industri, oleh karena itu dalam
penelitian ini penulis mencoba melihat permasalahan yang muncul dalam hal
koordinasi pada PT ’X’ dan kemudian memberikan alternative sistem koordinasi.
Permasalahan yang teridentifikasi antara lain tingginya tingkat inventory variabilitas.
Penulis mengangkat kasus koordinasi untuk
bagian produksi, penjualan, dan sistem pembayaran pada supply chain produk ubin
keramik. Ketiga bagian tersebut merupakan penghubung yang penting diantara
setiap tahapan dalam supply chain, oleh
sebab itu koordinasi menjadi suatu hal yang harus ada guna menjamin kelancaran
aliran material, dana, dan informasi.
Pada akhirnya melalui koordinasi diantara setiap tahapan supply chain
diharapkan pelayanan yang diberikan kepada customer akan meningkat, begitu juga
daya saing perusahaan dalam dunia usaha. Selama ini koordinasi yang ada pada
supply chain produk ubin keramik yang diteliti masih kurang berjalan dengan
baik. Kurangnnya koordinasi diantara setiap tahapan tampak pada tingginya
tingkat inventory, variabilitas
permintaan yang tinggi dan panjangnya cash to cash cycle time
khususnya antara perusahaan dan distributor.
Menurut penulis, kondisi dan permasalahan
yang nyata pada perusahaan ubin keramik ini dipandang layak untuk diangkat
sebagai topik penelitian khususnya untuk peningkatan koordinasi pada bagian
produksi, penjualan, dan sistem pembayaran.
Analisa kondisi bagian produksi dan
penjualan
Penulis
mendapatkan permasalahan di perusahaan dengan menganalisa terhadap kondisi
perusahaan, dan hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi beberapa
permasalahan:
- · Persentase tingkat inventory terhadap output perusahaan yang tinggi.
- · Terdapat pola peningkatan inventory.
- · Terdapat pola penurunan penjualan.
- · Fluktuasi output produksi yang tinggi.
- · Lonjakan pengiriman pada setiap akhir periode.
Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh perusahaan disebabkan oleh factor internal maupun oleh
faktor eksternal perusahaan. Berikut ini adalah beberapa factor penyebab
permasalahan tersebut:
·
Kecenderungan penggunaan kapasitas produksi pada
tingkat yang tetap tetapi penjualan cenderung mengalami penurunan. Perusahaan
perlu mengoptimalkan penggunaan kapasitas yang tersedia dengan tujuan
effisiensi biaya. Kondisi pasar yang menurun mengakibatkan sebagian output
produksi tidak dapat disalurkan.
·
Fluktuasi harga jual.
Kenaikan harga jual menimbulkan terjadinya lonjakan permintaan sebagai
akibat forward buying dan penuruan penjualan pada periode berikutnya.
·
Jadwal produksi yang sering mengalami perubahan.
Perubahan jadwal produksi mengakibatkan
output produksi berbeda dengan
rencana awal produksi yang dibuat berdasarkan
order distributor. Pemenuhan order
kepada distributor juga akan
berbeda dengan order yang dilakukan sebelumnya, dan hal ini
berpotensi menimbulkan peningkatan inventory.
·
Sistem pemberian discount kepada distributor.
Perusahaan menerapkan volume based quantity discount yang mendorong terjadinya ”Hockey Stick
Phennomenon” yaitu lonjakan pengiriman
pada akhir periode yang ditetapkan.
Kondisi ini menyebabkan fluktuasi pada pemanfaatan kapasitas pengiriman
yang dimiliki.
·
Kondisi perekonomian yang sedang mengalami
penurunan.
Fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika berdampak
kepada kenaikkan harga berbagai produk kebutuhan pokok dan penurunan daya beli
masyarakat. Penjualan ubin keramik yang bukan merupakan kebutuhan pokok sangat
mengalami penurunan, karena banyak konsumen yang menunda pembeliannya.
Hasil analisa terhadap kondisi distributor menunjukkan bahwa perusahaan
menghadapi beberapa permasalahan:
·
Fluktusi tingkat inventory terhadap penerimaan dan
penjualan yang tinggi.
·
Pola pemesanan yang berbeda dengan pola aktual
penerimaan dari perusahaan.
·
Variabilitas pemesanan yang lebih tinggi dari
variabilitas penjualan (bullwhip effect).
·
Rata-rata penerimaan lebih tinggi dari pemesanan.
·
Variabilitas tingkat inventory, penerimaan dan penjualan prooduk-A yang lebih tinggi
dari produk-B.
Dari permasalahan yang terjadi di perusahaan adanya faktor yang menjadi
penyebab permasalahan yang dihadapi pihak distributor adalah:
·
Forward buying ketika terjadi fluktuasi harga beli
dari perusahaan.
Pola
inventory produk-A dan produk-B menunjukkan lonjakan yang tinggi sekitar
bulan Juni dan Juli, yaitu ketika ada informasi
akan terjadi kenaikan harga jual produk. Reaksi dari distributor adalah
menyimpan inventory produk ketika harga belum mengalami kenaikan.
·
Lead time order yang panjang.
Mekanisme
pemesanan dengan lead time order
panjang, yaitu sekitar lima belas hari, membuat
distributor harus menempatkan order ke perusahaan
sebelum ada
permintaan aktual
dari retailer. Kondisi ini menyebabkan
pola order berbeda dengan pola
penerimaan. Pihak perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk menjadwalkan produksi dan menghadapi
permasalahan inventory, karena rencana
produksi dibuat berdasarkan order distributor.
·
Peramalan order yang dilakukan distributor hanya
berdasarkan permintaan retailer.
Peramalan yang
tidak dibuat dari data permintaan aktual konsumen akhir, akan menimbulkan
terjadinya peningkatan variabilitas ketika bergerak ke arah supplier, atau yang dikenal dengan istilah “Bullwhip
Effect”.
·
Mekanisme pemenuhan order dari perusahaan.
Kebijakan
perusahaan untuk menerapkan proporsi terhadap pemenuhan order
distributor,
meningkatkan variabilitas permintaan dari distributor. Distributor didorong untuk
melakukan rasionalisasi terhadap order
yang ditempatkan yaitu memperbesar permintaan untuk mencegah kekurangan
pengiriman.
·
Sistem kepemilikan produk antara perusahaan dan
distributor.
Distributor
menanggung risiko produk sejak keluar dari gudang perusahaan dan harus
membayar 45 hari
kemudian, oleh sebab itu distributor akan berhati-hati memilih
produk yang
diambil khususnya dari fast moving
product agar dapat segera terjual.
· Metode pengukuran variabilitas yang digunakan.
Pengukuran
variabilitas secara relatif terhadap nilai rata-rata data dengan menggunakan cv
(coefficient variation) menghasilkan kecenderungan tingkat variabilitas
yang tinggi pada data dengan nilai rata-rata rendah.
Analisa sistem pembayaran
Penulis memberikan perhatian khusus dalam sistem pembayaran mendapatkan
karena sistem pembayaran yang digunakan memberikan pengaruh secara langsung
terhadap variabilitas dan tingkat
inventory, variabilitas permintaan, dan variabilitas penjualan antara
perusahaan dan distributor. Sistem
pembayaran yang ada membuat distributor menanggung semua risiko apabila produk
tidak terjual. Hal ini membuat distributor hanya melakukan pemesanan untuk
produk yang dapat segera terjual agar risiko yang ditanggung rendah, selain itu
terdapat kecenderungan tingkat inventory pada distributor menjadi rendah tetapi
berfluktuasi, sedangkan tingkat
inventory perusahaan menjadi sangat tinggi. Kebijakan sistem pembayaran yang saat ini diterapkan
perusahaan kepada distributornya adalah setiap produk yang keluar dari gudang perusahaan
untuk dikirimkan kepada distributor dianggap telah dibeli oleh distributor dan
harus dibayar dalam 45 hari. Perhitungan jumlah yang dikirimkan kepada
distributor tidak dilakukan secara harian tetapi dari hasil akumulasi faktur
pengiriman per minggu. Distributor harus
melakukan pembayaran 45 hari dari setiap akhir minggu.
Kebijakan ini menyebabkan pihak distributor harus berhati-hati dalam
melakukan pembelian, karena mereka tidak mau menanggung risiko barang tersebut
tidak terjual dalam 45 hari. Permintaan
dari pihak distributor jadi bersifat fluktuatif (baik dari segi jumlah maupun
tipe) karena harus menyesuaikan dengan kondisi pasar. Pihak perusahaan sendiri akan dirugikan karena harus berproduksi secara
kontinu tetapi penjualan tidak tetap. Dampak negatif bagi perusahaan adalah
semakin meningkatnya inventory.
Berdasarkan data yang penulis hitung didapatkan alternatif yang tidak
jauh beda dari sistem awalnya tetapi dapat memberikan NPV yang lebih baik dari
sistem awal, akan lebih sesuai untuk
diterapkan karena dari segi kemudahan pelaksanaan dan biaya investasi
untukmenerapkan sistem baru tidak terlalu tinggi.
Penelitian yang dilakukan terhadap sistem pembayaran, menghasilkan
beberapa
alternatif sistem pembayaran, yaitu:
a.
Pembayaran dilakukan apabila barang terjual.
b.
Pembayaran 30 hari untuk akumulasi pembelian selama
1 minggu.
c.
Pembayaran 5 hari untuk akumulasi pembelian selama
10 hari.
d.
Pembayaran 14 hari untuk 50% nilai akumulasi
pembelian selama 1 minggu, dan
pembayaran 21 hari
untuk 50% sisanya.
e.
Pembayaran 14 hari untuk 50% nilai akumulasi
pembelian selama 1 minggu, dan
pembayaran 21+5
hari untuk 50% sisanya.
f.
Pembayaran 14 hari untuk 50% nilai akumulasi
pembelian selama 1 minggu, dan
pembayaran 21+10 hari untuk 50% sisanya.
Setelah itu dilakukan evaluasi terhadap setiap alternatif sistem
pembayaran dengan membandingkan NPV ( Net Present Value) diantara sistem
pembayaran alternatif dan kondisi awal sistem pembayaran terhadap aliran produk
yang terjadi pada distributor.
Dari Alternatif sistem pembayaran 14 hari untuk 50% nilai akumulasi
pembelian selama 1 minggu, dan pembayaran (21 + 10) hari untuk 50% sisanya
merupakan salah satu contohnya. Alternatif ini dapat digunakan sebagai langkah
awal dalam memperbaiki sistem pembayaran dan dapat segera diterapkan, sementara
itu dapat dilakukan persiapan penerapan sistem pembayaran apabila produk
terjual, sebagai tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang. Sistem
pembayaran apabila produk terjual menjadi tujuan akhir karena sistem pembayaran
ini memungkin terjadinya cycle time
produk pada supply chain yang sangat singkat,
begitu juga dengan aliran uang yang terjadi. Aliran perputaran produk dan uang yang
cepat pada jangka panjang akan dapat
menekan tingkat inventory di dalam supply chain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar