Senin, 19 Desember 2011

Masalah Kita di Rantai Pasokan

Sumber: metrotvnews.com, 13 Juni 2011.

 

SAAT membuka World Economic Forum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa Indonesia kini sedang menuju kekuatan ekonomi nomor 10 dunia dengan Produk Domestik Bruto mencapai 10 triliun dolar AS. Apabila kita mampu memberikan nilai tambah kepada sumber daya alam yang dimiliki, target tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil.

Persoalan yang kita hadapi, apakah kita tahu apa yang menjadi kekuatan kita itu? Apakah kita memiliki strategi untuk mengoptimalkan keunggulan yang kita miliki itu? Apakah kita tahu bagaimana caranya agar pemberian nilai tambah bisa kita lakukan sendiri?

Mantan Presiden BJ Habibie secara jelas mengungkapkan bagaimana globalisasi seringkali diterapkan secara keliru. Globalisasi menjadi penyerahan sumber daya alam kepada bangsa lain. Nilai tambah itu akhirnya diambil oleh bangsa lain, sehingga akhirnya melahirkan apa yang disebut sebagai VOC dengan baju baru.

Di sinilah inti persoalan yang kita hadapi sebagai bangsa. Kita tidak cukup cerdas untuk memanfaatkan melimpahnya sumber daya alam yang kita miliki. Industri yang kita bangun tidak mampu menopang dan memetik hasil yang optimal.

Orientasi kepada kepentingan jangka pendek membuat kita mengeksploitasi sumber daya alam yang kita miliki. Kita lebih suka mengekspor produk dalam bentuk komoditas daripada barang jadi. Perekonomian kita cenderung berperilaku seperti ekonomi zaman kolonial dulu.

Tidak adanya insentif untuk memberikan nilai tambah membuat kita lebih suka menjual dalam produk mentah. Apalagi banyak kendala yang harus dihadapi para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya, membangun industrinya.

Salah satu faktor yang paling mengganggu adalah logistik. Buruknya infrastruktur membuat rantai pasokan (supply chain) terganggu. Akibatnya, biaya yang harus dibayar pengusaha menjadi lebih mahal dan itu mempengaruhi efisiensi.

Contoh paling nyata dari terganggunya rantai pasokan adalah apa yang terjadi di Pelabuhan Merak. Sejak berbulan-bulan penyeberangan dari Merak ke Bakahueni terganggu, namun tidak pernah bisa ditemukan penyelesaian yang tuntas. Hanya beberapa minggu berjalan baik, kemudian segera tersendat kembali.
Padahal jalur itu sangat krusial menghubungkan dua pusat ekonomi Indonesia yaitu Jawa dan Sumatera. Kita bisa bayangkan bagaimana terganggunya pasokan untuk industri dan juga kebutuhan masyarakat, akibat barang yang tertahan di pelabuhan.

Dalam diskusi yang dilakukan Kementerian Perindustrian akhir pekan lalu, pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Muhammad Chatib Basri mengungkapkan bagaimana mengganggu faktor rantai pasokan terhadap perekonomian kita. Deindustrialisasi yang kita hadapi terutama disebabkan oleh buruknya faktor rantai pasokan.

Apabila kita ingin mendorong pertumbuhan ekonomi dan memacu perkembangan industri di dalam negeri, maka yang harus kita lakukan memperbaiki rantai pasokan ini. Kalau pun kita sulit untuk membangun infrastruktur yang baru, cukup untuk membuat infrastruktur yang ada bisa berfungsi lebih optimal.
Sekarang ini, kita selalu mengeluhkan sulitnya untuk membangun infrastruktur yang baru seperti jalan dan pelabuhan karena faktor pembebasan lahan. Anehnya, infrastruktur yang ada dibiarkan dalam kondisi rusak dan akibatnya jalur transportasi menjadi terganggu.

Kalau saja infrastruktur yang ada bisa dijaga kualitasnya, maka rantai pasokan tidak terlalu terganggu. Walau kecepatannya harus tersendat karena kepadatan, namun perjalanan akan bisa lebih mulus dan ini akan membantu distribusi barang.

Ambisi kita untuk menjadi kekuatan ekonomi nomor 10 di dunia akan lebih cepat tercapai apabila kita bisa memperbaiki faktor rantai pasokan. Bahkan pertumbuhan ekonomi tidak hanya akan semakin menggemukkan kelompok atas saja, tetapi akan mampu dinikmati oleh lebih banyak anggota masyarakat.
Hukum besi ekonomi mengatakan bahwa perdagangan akan mengikuti lancarnya jalan. Industri akan mengikuti perkembangan perdagangan. Sementara perbankan akan mengikuti pertumbuhan sektor industri.
Semua persoalan yang mengganjal pertumbuhan ekonomi kita akan terselesaikan oleh perbaikan di sektor rantai pasokan. Jadi kita sungguh merasa heran apabila di saat Presiden mencanangkan negara kita menuju ke kekuatan ekonomi nomor 10 dunia, urusan tersendatnya Pelabuhan Merak saja tidak kunjung bisa kita tuntaskan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar